Tag: Music

Debut Album Brick By Brick Mengajak Jempol Bergoyang

Di kira sibuk mondar-mandir di berbagai Pensi dan Festival Musik, ternyata Band Rock asal Subang yang di gawangi oleh Lingga (Vokal, Guitar & Synthesizer), Asep (Guitar), Dimas (Bass) & Taopik (Drum) diam-diam telah menyelesaikan Debut album pertama nya.

DEPAN

Genap seminggu setelah resmi di rilis nya Debut Album Brick By Brick bertajuk “Apocalypse Dreams” pada tanggal 31 Mei 2017 lalu, dalam format CD dan Digital.

“Ya sebenar nya kami ngerjain sedari 4 tahun kebelakang sih mulai dari jaman SMA dulu banget mulai ngumpulin beberapa materi awal, waktu itu niat nya cuma bikin lagu, kumpul terus seneng, sudah. Sampai ketemu pada bulan ramadhan tahun lalu kami memulai rekaman, eh beresnya pas bulan ramadhan juga”. Ujar Lingga sewaktu di temui di koridor C Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Senin (05/06).

Namun, tidak seperti Band Rock pada umum nya, di album pertama mereka ada yang berbeda. Pasal nya, kabar-kabar lewat menyebutkan di dalam Debut Album Brick By Brick ada unsur-unsur dangdut alias irama melayu yang bikin jempol bergoyang!

“Haha, ada beberapa sih. Secara enggak sadar kan, dari kecil kita udah kenal sama irama-irama, beat-beat melayu-melayu gitu lah. Musik nya lebih berkembang dari Musik Rock seperti pada umum nya. Enggak ada keharusan sih. Ini aja pas latihan, kaya nya enak juga nih tambah sound Gendang/Tabla, Sitar & Organ”. Ucap Lingga sembari Bercanda.

Di tanya soal alasan memilih unsur melayu untuk di selipkan ke debut album, Pria berambut ikal ini menambahkan.

“Kita tuh semacam bercermin gitu, ada apa sih di sini tahun 70an lalu seperti yang Bapak dan Ibu kita lihat. Ternyata banyak band-band seperti yang kita tahu keberadaa nya saat ini seperti Panbers, Koes Plus, Shark Move, AKA dan lain-lain. Ternyata pada waktu itu musik nya emang jauh lebih liar dan inovatif daripada hari ini. Dan gak bisa di pungkiri juga saya menggali keberadaan musik Psychedelic di Indonesia, baik melalui Kaset Tape maupun baca-baca di Internet, ya salah satu nya adalah musik Dangdut, tapi yang awal-awal tahun 70an seperti Soneta dan lain-lain. Sampai pada akhir nya membuat kita sadar jangan jauh-jauh lah mencari referensi“. Pangkas Lingga dengan santai menjawab.

Band asal Subang ini juga mengakui bahwa diri nya tidak begitu mempermasalahkan soal Industri. Begini jawaban si Pengamblil Keputusan ketika di tanya soal Industri.

“Haha sabodo teuing! (kosakata “bodo amat“ dalam Bahasa Sunda). Saya gak pernah mikirin lubal-label-lubal-label, kalau pun ada produser yang mau membiayai kami rekaman ya silahkan, enggak pun bukti nya kami bisa melakukan nya sendiri tanpa bergantung kepada siapa pun. Memang sih kurang di perhatikan nya aspek Industri, kami pun kerepotan untuk memasarkan rilisan kami. Ya pengen nanti di usahakan lah retail di beberapa Records Store. Toh sekarang gak ada beda nya Band Label dan Band Independent, ada sih keliatan mungkin beda nya dari materi, mana yang murni mana yang enggak haha“. Lanjut Lingga dengan tertawa kecil.

Tidak di sangka di usia nya yang 21 ia menyelesaikan proyek ini dengan sendiri, mulai dari penulisan lirik dan beberapa pengumpulan materi. Pada saat rekaman pun ia mengerjakan nya sendiri seperti take Drum, Gitar, Bass, Synthesizer dan Vokal sampai Mixing-Mastering pun ia lakukan sendiri.

“Saya tuh udah kenal banget luar dan dalam temen-temen saya, jadi ya apa yang saya buat sudah pasti mereka suka. Tetapi itu pun bukan karena saya idealis sendiri, mengingat keberadaan kami berbeda-beda tempat dan seluruh alat rekaman ada di kediaman saya, jadi ya enggak memungkinkan sesering mungkin mereka datang jauh-jauh. Tetapi itu pun melalui pertimbangan pada saat latihan kok“. Ujar Lingga dengan tegas. (RKY).